Kota Padang
Di sunting Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat
Pulau Sumatera sekaligus
ibu kota dari provinsi
Sumatera Barat,
Indonesia. Kota ini memiliki wilayah seluas 694,96 km² dengan kondisi
geografi berbatasan dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853
mdpl. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Padang tahun 2014, kota ini memiliki jumlah
penduduk sebanyak 1.000.096 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah metropolitan
Palapa.
Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai
kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara
Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya
Belanda di bawah bendera
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ini ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari terjadinya pergolakan masyarakat
Pauh dan
Koto Tangah melawan monopoli VOC. Selama
penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan
emas,
teh,
kopi, dan
rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor
batu bara dan
semen mulai dilakukan melalui
Pelabuhan Teluk Bayur.
Kota Padang merupakan sentra perekonomian dengan jumlah pendapatan per kapita tertinggi di Sumatera Barat.
[3] Selain itu, kota ini menjadi pusat pendidikan dan kesehatan di wilayah
Sumatera bagian tengah, ditopang dengan keberadaan sejumlah
perguruan tinggi dan
fasilitas kesehatan. Sebagai kota seni dan budaya, Padang dikenal dengan legenda
Malin Kundang dan
Sitti Nurbaya, dan setiap tahunnya menyelenggarakan berbagai festival untuk menunjang sektor kepariwisataan. Di kalangan masyarakat
Indonesia, nama kota ini umumnya diasosiasikan dengan
etnis Minangkabau dan masakan khas mereka yang umumnya dikenal sebagai
masakan Padang.
[4]
Sejarah
Tidak ada data yang pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang.
Diperkirakan kota ini pada awalnya berupa sebuah lapangan atau dataran
yang sangat luas sehingga dinamakan
Padang. Dalam
bahasa Minang, kata
padang juga dapat bermaksud pedang.
[5] Menurut
tambo setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan
rantau yang didirikan oleh para perantau
Minangkabau dari
Dataran Tinggi Minangkabau (
darek). Tempat permukiman pertama mereka adalah perkampungan di pinggiran selatan
Batang Arau di tempat yang sekarang bernama
Seberang Padang.
[6] Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan sepanjang pesisir barat Sumatera berada di bawah pengaruh
Kerajaan Pagaruyung.
[7] Namun, pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan
Kesultanan Aceh.
[8][9]
Kehadiran bangsa asing di Kota Padang diawali dengan kunjungan pelaut Inggris pada tahun 1649.
[10] Kota ini kemudian mulai berkembang sejak kehadiran bangsa Belanda di bawah
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan
luhak.
[11] Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun
pelabuhan
dan permukiman baru di pesisir barat Sumatera untuk memudahkan akses
perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau. Selanjutnya pada tahun
1668, VOC berhasil mengusir pengaruh Kesultanan Aceh dan menanamkan
pengaruhnya di sepanjang pantai barat Sumatera, sebagaimana diketahui
dari surat
Regent Jacob Pits kepada
Raja Pagaruyung yang berisi permintaan dilakukannya hubungan dagang kembali dan mendistribusikan emas ke kota ini.
[12] VOC berhasil mengembangkan Kota Padang dari perkampungan nelayan menjadi kota metropolitan pada abad ke-17.
[13]
Padang menjadi kota pelabuhan yang ramai bagi perdagangan emas, teh,
kopi, dan rempah-rempah. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 7 Agustus
1669 terjadi pergolakan masyarakat
Pauh dan
Koto Tangah melawan monopoli VOC. Meski dapat diredam oleh VOC, peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai tahun lahir Kota Padang.
[14]
Beberapa bangsa
Eropa silih berganti mengambil alih kekuasaan di Kota Padang. Pada tahun 1781, akibat rentetan
Perang Inggris-Belanda Keempat, Inggris berhasil menguasai kota ini.
[15][16] Namun, setelah ditandatanganinya
Perjanjian Paris pada tahun 1784 kota ini dikembalikan kepada VOC.
[17] Pada tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut
Perancis yang bermarkas di
Mauritius
bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh
pemerintah Perancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan.
[18] Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris.
[15] Namun, setelah
peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui
Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824.
[19] Pada tahun 1837, pemerintah
Hindia-Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah
Pesisir Barat Sumatera (
Sumatra's Westkust) yang wilayahnya meliputi
Sumatera Barat dan
Tapanuli sekarang.
[20] Selanjutnya kota ini menjadi daerah
gemeente sejak 1 April 1906 setelah keluarnya
ordonansi (STAL 1906 No.151) pada 1 Maret 1906.
Menjelang
masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan
Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke
Australia.
[21] Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya.
[22]
Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan
sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.
[23]
Berita
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun, pada 10 Oktober 1945 tentara
Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui
Pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan.
[24]
Pada tanggal 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik
Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian Republik Indonesia
Serikat (RIS) melalui surat keputusan Presiden RIS nomor 111. Kemudian,
berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur
Sumatera Tengah
waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950
menetapkan Kota Padang sebagai daerah otonom. Wilayah kota diperluas,
sementara status kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Wali
kota Padang.
[23] Pada 29 Mei 1958,
Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara
de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi
Sumatera Barat, dan secara
de jure
pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5
tahun 1974. Pemerintah pusat kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota
Padang sebagai pemerintah daerah.
[25] Berdasarkan
Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional 2015–2019, pemerintah pusat menetapkan Kota Padang, bersama
Kabupaten Padang Pariaman dan
Kota Pariaman untuk pengembangan wilayah metropolitan
Palapa (Padang–Lubuk Alung–Pariaman).
[2
Pariwisata
Kota Padang yang terkenal akan legenda
Sitti Nurbaya dan
Malin Kundang saat ini sedang berbenah ke arah pembangunan kepariwisataan.
[149] Kota ini memiliki sebuah museum yang terletak di pusat kota yang bernama
Museum Adityawarman, yang memiliki gaya arsitektur berbentuk rumah adat Minangkabau (
Rumah Gadang), model
Gajah Maharam.
Di halaman depan museum terdapat dua lumbung padi. Museum ini
mengkhususkan diri pada sejarah dan budaya suku Minangkabau, suku
Mentawai dan suku Nias. Museum ini memiliki 6.000 koleksi.
Di kawasan
pelabuhan Muara
banyak dijumpai beberapa bangunan peninggalan sejak zaman Belanda.
Beberapa bangunan di kawasan tersebut ditetapkan pemerintah setempat
sebagai cagar budaya. Di antaranya adalah
Masjid Muhammadan
bertarikh 1843, yang merupakan masjid berwarna hijau muda yang dibangun
oleh komunitas keturunan India. Cagar budaya lain, Klenteng Kwan Im
yang bernama
See Hin Kiong tahun 1861 kemudian direnovasi kembali tahun 1905 setelah sebelumnya terbakar.
[150] Dari sehiliran
Batang Arau,
terdapat sebuah jembatan yang bernama jembatan Sitti Nurbaya. Jembatan
itu menghubungkan sebuah kawasan bukit yang dikenal juga dengan nama
Gunung Padang. Pada bukit ini terdapat
Taman Sitti Nurbaya yang menjadi lokasi kuburan Sitti Nurbaya.
[151] Kawasan bukit ini juga dahulunya menjadi tempat permukiman awal masyarakat etnis Nias di Kota Padang.
[152]
Pulau Sikuai yang difasilitasi resort wisata sekelas hotel berbintang tiga.
Kemudian di
pelabuhan Teluk Bayur terdapat beberapa kawasan wisata seperti pantai Air Manis, tempat batu Malin Kundang berdiri.
[153] Selain itu, terus ke selatan dari pusat kota juga terdapat kawasan wisata pantai Caroline, dan pantai Bungus,
[154] serta sebuah resort wisata sekelas hotel berbintang tiga yang terletak di
Pulau Sikuai.
[155] Sedangkan ke arah
Kecamatan Koto Tangah, terdapat kawasan wisata pantai Pasir Jambak, serta kawasan wisata alam Lubuk Minturun,
[156] yang populer dalam tradisi
balimau dan ramai dikunjungi oleh masyarakat terutama sehari sebelum masuk bulan Ramadan.
[157]
Kota ini juga terkenal akan
masakannya. Selain menjadi selera sebagian besar masyarakat Indonesia, masakan ini juga populer sampai ke mancanegara.
[158] Makanan yang populer di antaranya seperti
Gulai,
Rendang, Ayam Pop, Terung Balado, Gulai Itik Cabe Hijau,
Nasi Kapau,
Sate Padang dan
Karupuak Sanjai.
Restoran Padang
banyak terdapat di seluruh kota besar di Indonesia. Meskipun begitu,
yang dinamakan sebagai "masakan Padang" sebenarnya dikenal sebagai
masakan etnis
Minangkabau secara umum.
[4]
Dalam mendorong pariwisata di Kota Padang, pemerintah kota menggelar
Festival Rendang untuk pertamakalinya pada tahun 2011, setelah sebelumnya
Rendang dinobatkan oleh CNN International sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar
World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia).
[159] Festival yang dipusatkan di RTH Imam Bonjol tersebut diikuti oleh
kelurahan se-Kota Padang dan berhasil memasak 5,2 ton
daging, sehingga tercatat dalam
Museum Rekor Indonesia sebagai perlombaan memasak dengan daging dan peserta terbanyak.
[160]
Pada tahun yang sama pemerintah kota juga mulai menyelenggarakan
Festival Sitti Nurbaya, pergelaran tahunan yang mengangkat adat dan
tradisi Minangkabau.
[161]
Olahraga, seni, dan budaya
Beberapa klub utama sepak bola, di antaranya
PS Semen Padang,
PSP Padang, dan
Minangkabau FC, bermarkas di kota ini. Ketiga kesebelasan ini menggunakan
Stadion Agus Salim
sebagai tempat untuk pertandingan laga kandang. Stadion ini terletak
pada kawasan gelanggang olah raga (GOR) yang mulai dibangun sejak tahun
1957.
[63]
Kota ini juga memiliki lapangan
pacuan kuda. Setiap tahunnya diadakan lomba pacu kuda pada kawasan Tunggul Hitam yang memiliki panjang lintasan 1.600 m.
[162]
Perlombaan pacu kuda ini sudah menjadi tradisi dan menjadi bagian dari
budaya masyarakat Minangkabau khususnya. Saat ini terdapat rangkaian
perlombaan dengan beberapa kota/kabupaten lain di Sumatera Barat yang
mendapat kesempatan menjadi tuan rumah satu kali tiap tahunnya.
Sementara pesertanya juga ada dari luar Sumatera Barat.
[163]
Perlombaan selaju sampan atau dikenal dengan nama lomba perahu naga
biasanya diadakan setiap tahunnya di sungai Banda Bakali. Lomba perahu
naga ini kemungkinan dipengaruhi oleh etnis Tionghoa, termasuk kesenian
tarian tradisional
Barongsai yang pernah mewakili Kota Padang pada beberapa perlombaan tingkat internasional.
[164]
Kota Padang termasuk kota yang menjadi bagian dari tahapan kejuaraan balap sepeda
Tour de Singkarak. Kejuaraan yang secara resmi telah menjadi agenda perhelatan tahunan
Union Cycliste Internationale (UCI) tersebut telah diselenggarakan sejak tahun
2009.
[165]
Memasuki tahun ke-4 Kota Padang tidak lagi menjadi titik dimulainya
Tour de Singkarak, melainkan menjadi titik akhir yang sebelumnya
ditempatkan di
Danau Singkarak.
[166]
Dalam memperingati hari jadinya, kota ini setiap tahunnya
menyelenggarakan pesta telong-telong, berupa perayaan pada malam hari
yang dimeriahkan dengan pemasangan obor atau lampion.
[167] Sementara itu menjelang masuk bulan
Ramadhan beberapa masyarakat
muslim di kota ini menyelenggarakan tradisi
balimau yaitu mandi keramas, biasanya dilakukan pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian.
[168]
Salah satu tradisi adat Minangkabau yaitu persembahan (
pasambahan) dalam upacara pemakaman masih dilaksanakan pada
Kecamatan Kuranji.
[169] Sementara pada
Kecamatan Pauh dikenal dengan tradisi silat Pauh (
silek Pauah),
[170] yang memiliki pengaruh sampai mancanegara
[171] serta juga digunakan dalam mengembangkan beberapa aliran
tarekat di Padang.
[172]
Kawasan Lubuk Minturun populer dalam tradisi balimau di Padang
Perpaduan budaya berbagai etnis dapat dilihat pada
tari Balanse Madam yang berasal dari komunitas Nias di Padang. Tari yang diciptakan pada abad ke-16 ini dipengaruhi oleh budaya
Portugis,
Minangkabau dan budaya Nias sendiri. Pada masa kini tari ini juga
ditampilkan oleh masyarakat etnis lain, seperti Minangkabau dan Tamil.
[173][174]
Kota ini juga menjadi sumber inspirasi bagi para seniman untuk
menuangkan kreasinya, beberapa karya seni yang berkaitan dengan kota ini
antara lain roman/novel berjudul
Sitti Nurbaya berkisah tentang wanita yang dipaksa kawin dengan lelaki bukan pilihannya dan diracun sampai meninggal,
[175] karya
Marah Rusli,
[176] yang kemudian pada tahun 1990
TVRI mengangkat cerita ini menjadi film layar kaca/sinetron dengan judul
Sitti Nurbaya yang dibintangi oleh
Novia Kolopaking,
Gusti Randa dan
HIM Damsyik. Begitu juga dengan roman
Sengsara Membawa Nikmat karya
Tulis Sutan Sati,
[177]
mengambil latar Kota Padang dan suasana Minangkabau tempo dulu. Roman
ini menceritakan pengembaraan seorang tokoh utamanya bernama Midun,
[178]
yang kemudian juga diangkat oleh TVRI tahun 1991 menjadi film layar
kaca/sinetron dengan judul yang sama, serta dibintangi oleh
Sandy Nayoan dan
Desy Ratnasari.
[179] Sementara lagu berjudul
Teluk Bayur diciptakan oleh Zainal Arifin dan dinyanyikan oleh
Ernie Djohan menjadi lagu cukup populer di masyarakat tahun 60-an.
[180][181][182]